Bandar Lampung (RMOL Lampung.id) – Politisi Partai Gerindra Kota Bandarlampung, Achmad Riza mendesak Pemkot Bandarlampung untuk memperbaiki drainase, normalisasi sungai, dan mengatasi kerusakan lingkungan hidup agar tak terjadi lagi masalah banjir di Kota Bandarlampung.

“Semakin meningkatnya pembangunan Kota Bandarlampung harus diimbangi dengan perencanaan infrastruktur yang baik, seperti perencanaan drainase kota, baik primer, sekunder, maupun tersier serta program normalisasi sungai,” kata anggota DPRD Kota Bandarlampung ini, Kamis (2/1).

Menurut Sekretaris Komisi III ini,  dia sudah mengecek langsung saat terjadinya bencana banjir terutama di dapilnya, Tanjungseneng, beberapa hari terakhir ini.

“Warga meminta normalisasi sungai karena adanya endapan kali seperti di Sukabumi, sehingga terjadinya penyempitan kali. Selain itu merupakam titik pertemuan kali dari daerah Korpri Sukarame dengan kali dari Wayhalim,” ungkap pria kelahiran Tanjungkarang, 5 Januari 1971 ini.

Ketua OKK DPC Partai Gerindra Bandarlampung ini menganggap pentingnya untuk dilakukan normalisasi sungai, minimal dapat mengurangi debit air yang melimpah.

“Banyak juga pembangunan perumahan-perumahan membuat drainase sekunder, develover hanya membuat drainase di perumahan saja tanpa memikirkan drainase buangnya kemana,” ujarnya.

Di sini, kata dia, peran masyarakat dan dinas terkait harus peka. Pada saat developer ingin membuat perizinan, dahulukan sistem drainasenya dalam site plan, beber dia.

Masyarakat juga diminta untuk meningkatkan kesadaran dalam pembuangan sampah dan Dinas PU lebih meningkatkan anggaran untuk perbaikan drainase lingkungan di Kota Bandarlampung.

“Selain itu, faktor lingkungan, banyaknya penggerusan bukit berakibat hilangnya resapan air,” ujarnya.

Achmad Riza mengatakan pelaku usaha banyak yang tidak mengindahkan izin UKL UPL di KLHS sesuai UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Bahkan ada yang tidak berizin,” urainya.

Achamd Riza juga meminta perlunya ketegasan dinas terkait khususnya Dinas Lingkungan Hidup dalam hal pengawasan.

“Banyak kasus yang saya temui di lapangan, bangunan sudah dikerjakan developer tapi izinnya baru diproses, seperti di Kecamatan Sukabumi,” ungkapnya.

Selain itu, ada kerjasama pemerintah daerah, kota dan provinsi, sesuai kewenangan masing-masing sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dicontohkannya, adanya penggerusan ilegal, pemkot hendaknya memberitahukan ke provinsi untuk menghentikan kegiatan pelaku usaha tersebut. “Jangan lempar tanggung jawab dan harus ada action-nya,” ungkap dia. (*)

Bagikan berita ini :