Gerindra Lampung – Bandar Lampung, Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga DRPD Singkong menanggapi Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang mulai menyoroti polemik harga singkong di Provinsi Lampung.
Ketua Pansus Mikdar Ilyas mengatakan, pihaknya mendukung upaya yang akan dilakukan oleh Kementerian Pertanian. “Berarti pemerintah pusat sudah mendengar dan ingin mengambil langkah,” ujar Mikdar, Senin, 27 Januari 2025.
Dari segi Kementerian Pertanian, bisa menata agar adanya peningkatan produksi singkong oleh Petani di Provinsi Lampung. Kementerian harus mendorong singkong menjadi tanaman yang masuk ke kategori tanaman ketahanan pangan. “Agar harga bisa ditata,” kata Anggota DPRD Lampung dari Fraksi Gerindra itu.
Lanjut Mikdar, kementerian bisa mendorong adanya upaya subsidi pupuk untuk petani singkong. Lalu, kementerian bisa menyediakan bibit unggul dan menyediakan alat pertanian yang bisa meningkatkan produksi.
Namun polemik anjloknya harga singkong harus juga mendapat penanganan oleh Kementrian lain. Salah satunya Kementerian Perdagangan. Agar, adanya penataan soal impor singkong. Kementerian Perdagangan jangan mudah mengeluarkan izin impor. Jika ada upaya impor, menyarankan lembaga pemerintah seperti BUMN yang melakukan impor.
“Hal agar bisa mendapat pengawalan dan sesuai kondisi petani dan kondisi daerah. Jadi tidak dilepas secara bebas ke perusahaan swasta saja,” katanya.
Selain itu, Kementrian Perindustrian juga harus turun tangan pada polemik singkong. Kementrian Perindustrian juga bisa mendorong agar adanya produk turunan dari singkong, tidak hanya tepung tapioka saja.
“Semua kementerian (terkait) mesti terlibat, agar dibuat peraturan yang berpihak pada petani juga pengusaha. Mentan sudah gerak ini bagus, dan enggak mungkin kementerian lain enggak gerak. Kami harap pemerintah pusat secepatnya mengambil keputusan. Ini darurat, karena menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya.
Kesepakatan Harga
Sebelumnya, Pemprov Lampung bersama DPRD dan petani membuat kesepakatan harga Singkong menjadi Rp1.400 per kilogram dengan potongan tonase minimal 15 persen. Kesepakatan itu usai para petani menggelar aksi dan beraudiensi dengan DPRD Lampung dan Pemprov Lampung.
Namun ternyata sejumlah perusahaan tidak bisa menerapkan harga tersebut. Perusahaan tidak bisa menerima singkong dari petani dan menutup pabriknya.
Menurut Mikdar, alasan pengusaha menutup pabrik pembelian singkong oleh petani karena kualitas kadar air dan besaran singkong dianggap tidak sesuai. Sehingga perusahaan atau pabrik tidak sanggup membeli dengan harga kesepakatan awal.
“Menurut pengakuan mereka dengan kondisi singkong saat ini dan harga Rp1400 per kilo mereka rugi. Sementara petani meminta agar pengusaha menjalankan kesepakatan bersama,” tambahnya.
Dengan kondisi begini menurut Mikdar perlu peran pemerintah pusat untuk segera mengatasi persoalan yang ada. “Harus mencari solusi agar petani maupun pengusaha tidak sama-sama merugi. Maka yang bisa mengurai ini perlu peran pemerintah pusat agar dapat membuat semacam regulasi pasti perihal singkong ini,” ujarnya.
Sampaikan Aspirasi Anda